Minggu, 30 Desember 2012

KROMATOGRAFI

| | 0 komentar


Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak tertentu.
Tinta hitam merupakan campuran beberapa warna. Kita dapat memisahkan campuran warna tersebut dengan cara kromatografi. Di bawah ini merupakan salah satu pemisahan dengan cara kromatografi. 


“Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak.”
Dari pengertian di atas dapat diketahui kalo ada dua komponen penting dalam kromatografi yaitu fase diam dan fase gerak. Dan perlu dicatat bahwa hasil pemisahan kromatografi yang baik bukan lagi berbentuk senyawa melainkan berbentuk tunggal.
Fase diam (Stationary phase)
Fase diam merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi. kenapa? karena dengan adanya interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan terpisahnya komponen senyawa analit.
Fase diam dapat berupa bahan padat atau porous (berpori) berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapiskan pada padatan pendukung.
Fase gerak (Mobile phase)
Fase gerak merupakan pembawa analit dapat bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Nah fase gerak ini g melulu hanya cairan. Tapi juga dapat berupa gas inert yang umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah menguap (volatil)
Pemisahan dengan kromatografi
Pemisahan dengan kromatografi sendiri lebih baik daripada ekstraksi. kenapa? Karena sering diibaratkan dengan corong pisah yang saling berhubungan yang bergerak dari atas ke bawah dimana pada setiap corong pisah terjadi pemisahan. Selain itu permukaan antar fase pada kromatografi lebih besar.
Lalu apa yang menyebabkan senyawa tersebut dapat dipisahkan?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kalo pemisahan senyawa-senyawa dapat diamati dengan perbedaan waktu retensi (tR) pada kromatogram.
“Waktu retensi (tR) adalah waktu yang diperlukan oleh analit dari awal kolom sampai ke detektor”
Semakin lama analit berinteraksi dengan fase diam –> semakin lama ia keluar –> tR semakin besar
Sehingga ada suatu konstanta yang menyatakan kecepatan migrasi solut melalui fase diam. Kecepatan migrasi solut dipengarui oleh perbandingan distribusinya (Kd atau kadang disebut D) yang ditentukan oleh afinitas relatif solut pada fase diam dibanding fase gerak:
Kd = Kadar senyawa dalam fase diam/Kadar senyawa dalam fase gerak
Dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan kalo semakin besar harga Kd suatu senyawa maka waktu retensinya (tR) akan semakin besar karena interaksi dengan fase diam besar dan migrasinya semakin lambat.

Parameter kinetika pemisahan
Faktor Selektifitas (α)
“Selektifitas merupakan kemampuan instrumen dalam mengenali senyawa-senyawa dalam campuran”
untuk mendapat selektifitas yang maksimum maka harus dicari interaksi yang sesuai (apakah partisi, adsorpsi, size exclusion, atau ion exchange). Faktor selektifitas (α) dapat dicari dengan:
α = k2/k1 = (tR2-tm)/(tR1-tm)
Apabila kedua senyawa memiliki nilai K yang sama / α = 1 maka kedua senyawa tidak dapat dipisahkan. karena waktu retensinya identik.
Faktor Spesifisitas (Kd)
Sifat spesifisitas dari kromatografi didasarkan pada sifat dari senyawa yang spesifik. Senyawa memiliki sifat spesifik karena memiliki Kd yang spesifik.
Kapasitas Kolom (K’)
Menunjukkan kemampuan kolom menampung analit. Semakin lama analit berada dalam kolom, akan semakinb esar nilai kapasitasnya. Nilai K’ yang bagus antara 1-10. Jika k’ terlalu kecil, kemungkinan pemisahannya belum sempurna dan jika terlalu besar maka akan terjadi pelebaran puncak.
Resolusi (Rs)
Untuk taraf kepercayaan 95%, harga Rs yang baik adalah > 1,5. Jika kurang dari ini maka puncak dari masing2 analit akan saling tumpang tindih
Jumlah Lempeng Teoritis (Neff)
Merupakan parameter yang menghitung efisiensi kromatografi. Menyatakan jumlah peristiwa partisi yang dialami oleh analit pada setiap saat yang dibawa oleh fase gerak selama elusi.

a. Kromatografi partisi

Prinsip kromatografi partisi dapat dijelaskan dengan hukum partisi yang dapat diterapkan pada sistem multikomponen yang dibahas di bagian sebelumnya. Dalam kromatografi partisi, ekstraksi terjadi berulang dalam satu kali proses. Dalam percobaan, zat terlarut didistribusikan antara fasa stationer dan fasa mobil. Fasa stationer dalam banyak kasus pelarut diadsorbsi pada adsorben dan fasa mobil adalah molekul pelarut yang mengisi ruang antar partikel yang ter adsorbsi.
Contoh khas kromatografi partisi adalah kromatografi kolom yang digunakan luas karena merupakan sangat efisien untuk pemisahan senyawa organik (Gambar 12.3).
Kolomnya (tabung gela) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau pati yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sammpel diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut (fasa mobil; pembawa) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom.
Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa mobil) dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan.
Akhirnya, masing-masing lapisan dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan spesimen murninya. Nilai R didefinisikan untuk tiap zat etralrut dengan persamaan berikut.
R = (jarak yang ditempuh zat terlarut) / (jarak yang ditempuh pelarut/fasa mobil).

Gambar 12.3 Diagram skematik kromatografi

b. Kromatografi kertas

Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan kedalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut) dapat saja beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat digunakan.
Kromatografi kertas diterapkan untuk analisis campuran asam amino dengan sukses besar. Karena asam amino memiliki sifat yang sangat mirip, dan asam-asam amino larut dalam air dan tidak mudah menguap (tidak mungkin didistilasi), pemisahan asam amino adalah masalah paling sukar yang dihadapi kimiawan di akhir abad 19 dan awal abad 20. Jadi penemuan kromatografi kertas merupakan berita sangat baik bagi mereka.
Kimiawan Inggris Richard Laurence Millington Synge (1914-1994) adalah orang pertama yang menggunakan metoda analisis asam amino dengan kromatografi kertas. Saat campuran asam amino menaiki lembaran kertas secara vertikal karena ada fenomena kapiler, partisi asam amino antara fasa mobil dan fasa diam (air) yang teradsorbsi pada selulosa berlangsung berulang-ulang. Ketiak pelarut mencapai ujung atas kertas proses dihentikan. Setiap asam amino bergerak dari titik awal sepanjang jarak tertentu. Dari nilai R, masing-masing asam amino diidentifikasi.
Kromatografi kertas dua-dimensi (2D) menggunakan kertas yang luas bukan lembaran kecil, dan sampelnya diproses secara dua dimensi dengan dua pelarut.

Gambar 12.4 Contoh hasil kromatografi kertas pigmen dari
www.indigo.com/ science-supplies/filterpaper. html

c. Kromatografi gas

Campuran gas dapat dipisahkan dengan kromatografi gas. Fasa stationer dapat berupa padatan (kromatografi gas-padat) atau cairan (kromatografi gas-cair).
Umumnya, untuk kromatografi gas-padat, sejumlah kecil padatan inert misalnya karbon teraktivasi, alumina teraktivasi, silika gel atau saringan molekular diisikan ke dalam tabung logam gulung yang panjang (2-10 m) dan tipis. Fasa mobil adalah gas semacam hidrogen, nitrogen atau argon dan disebut gas pembawa. Pemisahan gas bertitik didih rendah seperti oksigen, karbon monoksida dan karbon dioksida dimungkinkan dengan teknik ini.
Dalam kasus kromatografi gas-cair, ester seperti ftalil dodesilsulfat yang diadsorbsi di permukaan alumina teraktivasi, silika gel atau penyaring molekular, digunakan sebagai fasa diam dan diisikan ke dalam kolom. Campuran senyawa yang mudah menguap dicampur dengan gas pembawa disuntikkan ke dalam kolom, dan setiap senyawa akan dipartisi antara fasa gas (mobil) dan fasa cair (diam) mengikuti hukum partisi. Senyawa yang kurang larut dalam fasa diam akan keluar lebih dahulu.
Metoda ini khususnya sangat baik untuk analisis senyawa organik yang mudah menguap seperti hidrokarbon dan ester. Analisis minyak mentah dan minyak atsiri dalam buah telah dengan sukses dilakukan dengan teknik ini.
Efisiensi pemisahan ditentukan dengan besarnya interaksi antara sampel dan cairannya. Disarankan untuk mencoba fasa cair standar yang diketahui efektif untuk berbagai senyawa. Berdasarkan hasil ini, cairan yang lebih khusus kemudian dapat dipilih. Metoda deteksinya, akan mempengaruhi kesensitifan teknik ini. Metoda yang dipilih akan bergantung apakah tujuannya analisik atau preparatif.

d. HPLC

Akhir-akhir ini, untuk pemurnian (misalnya untuk keperluan sintesis) senyawa organik skala besar, HPLC (high precision liquid chromatography atau high performance liquid chromatography) secara ekstensif digunakan. Bi la zat melarut dengan pelarut yang cocok, zat tersebut dapat dianalisis. Ciri teknik ini adalah penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim fasa mobil kedalam kolom. Dengan memberikan tekanan tinggi, laju dan efisiensi pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar.
Silika gel atau oktadesilsilan yang terikat pada silika gel digunakan sebagai fasa stationer. Fasa stationer cair tidak populer. Kolom yang digunakan untuk HPLC lebih pendek daripada kolom yang digunakan untuk kromatografi gas. Sebagian besar kolom lebih pendek dari 1 m.
Kromatografi penukar ion menggunakan bahan penukar ion sebagai fasa diam dan telah berhasil digunakan untuk analisis kation, anion dan ion organik.

Read more...

Sabtu, 29 Desember 2012

ELIZA

| | 0 komentar


ELISA (singkatan bahasa InggrisEnzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen denganantibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-competitive assayyang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik "Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi:
  1. Well dilapisi atau ditempeli antigen.
  2. Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
  3. Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya.
  4. Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.
  5. Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya.
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang satu dengan antigen lain.[2] Hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi.[3]


B. JENIS TES ELISA
           
1.      Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
1)      Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar  yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
2)      Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter.  Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
3)      Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
4)      Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5)      Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.
6)      Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7)      Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
8)      Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari metodeindirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.


2. Sandwich ELISA
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
  1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’
  2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
  3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
  4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
  5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan  antigen
  6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi primer
  7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang
  8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/ elektrokimia
  9. Diukur absorbansinya  untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.

3. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas sebelumnya, yaitu:
  1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya
  2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi antigen
  3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi
  4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder ini berpasangan dengan enzim
  5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/ fluoresensi.
      A. Sejarah Penemuan
        Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall.     Mereka menggunakan teknik ELISA ini dalam bidang imunologi  (ELISA konvensional) untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelopor/ reporter/ signal.
  Dalam perkembangan selanjutnya, selain digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi atau antigen dengan menggunakan antibodi atau antigen spesifik, teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kada antibodi atau antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu erupa spektrofotometer atau dengan cara menetukan jumlah penambahan atau kadar antibodi atau antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard an kadar antibodi atau antigen yang tidak diketahui dapat ditentukan.
B.    Prinsip Dasar Teknik ELISA
       Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan sebagai berikut :
         Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnyaantibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Pada ELISA flourescense misalnya, enzim yang tertaut dengan antibodi atau antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang berupa pendaran flourescense.

          CKelebihan dn Kelemahan Teknik ELISA
       Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
·         Teknik pengerjaan relatif sederhana
·         Relatif ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi)
·         Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.
·         Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik)
·         Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.

       Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA antara lain :
·         Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen)
·         Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi poliklonal, sehingga pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal.
·         Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal.
·         Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).
 D.   Alat dan Bahan Yang Digunakan
   Alat paling utama yang digunakan dalam teknik ELISA adalah microtiter. Microtiter ini berupa suatu papan plastik dengan cekungan sebanyak 96 buah (8 cekungan ke arah bawah dan 12 cekungan ke samping). Microtiter ini terbuat dari bahan plistirena. Cekungan dari microtiter memiliki tinggi sekitar 1 cm dan diameter 0,7 cm. Selain itu, alat dan bahan lain yang umum digunakan dalam teknik ELISA antara lain :
·   Antigen yang dimurnikan (jika sampel yang akan dideteksi atau dikuantifikasikan berupa antibodi).
·         Larutan standard (kontrol positif dan negatif).
·         Sampel yang ingin dites.
·         Cairan pencuci (buffer).
·         Antibodi atau antigen yang tertaut dengan enzim signal.
·         Substrat yang bersifat spesifik terhadap enzim signal.
·         ELISA reader (spektrofotometer) untuk pengukuran kuantitatif
E. Macam-macam Teknik ELISA
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibody kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagia macam jenis teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain :

 1. ELISA Direct
           Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen pada sampel ELISA direct menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal) untuk mendetaksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.
           Pada ELISA direct, pertama microtiter diisi dengan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan, sehingga antigen tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubang microtiter, kemudian microtiter dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pda dinding lubang microtiter. Lalu antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter sehingga dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan, yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang antibody tertaut enzim signl yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu, ke dalam lubang-lubang microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal, sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan signal dapat dideteksi. Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent end-point.
           ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
·         Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan enzim.
·         Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
·         Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi pada percobaan yang berbeda.
·         Amplifikasi signal hanya sedikit.
·         Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :
·         Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibody.
·         Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan antibody lain (antibody sekunder) dapat diminimalisasi.
 2. ELISA Indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan antibody. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel yang diuji.
Pada ELISA indirect, pertama mocrotiter diisi dengan larutan yang mengandung antigen spesifik, sehingga antigen spesifik tersebut dapal menempel pada bagian dinding lubang microtiter. Selanjutnya microtiter dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pada dinding lubang microtiter. Kemudian larutan sampel yang mengandung antibody yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubnag microtiter, sehingga terjadi terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibody yang dinginkan. Selanjutnya microtiter kembali dibilas untuk membuang antibodi yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik. Lalu ke dalam lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal, sehingga pada lubang microtiter tersebut terjadi interaksi antara antibody yang diinginkan dengan antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal.  Selanjutnya microtiter dibilas lagi untuk membuang antibody sekunder tertaut enzim signal yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik. Kemudian pada tahap akhir ELISA indirect, ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal, lalu enzim yag tertaut dengan antibody sekunder speifik yang telah berinteraksi dengan antibody yang diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi.
ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
·         Membutuhkan waktu pengujian yang relative lebih lama daripada ELISA direct karena ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibody yang dinginkan dan antara antibody  yang diinginkan dengan antibody sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody spesifik tertaut enzim signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :
·         Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang terjual secar komersial di pasar.
·         Immunoreaktifitas  dari antibody yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh penautan enzim signal ke antibody sekunder karena penautan dilakuka pada wadah berbeda.
·         Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag diinginkan memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibody sekunder.

  3. ELISA Sandwich
           Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibody primer spesifik dan antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik  ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich, antibody primer seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedangkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedagkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody deteksi.
           Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibody.
           Pada ELISA sandwich, pertama microtiter diisi dengan larutan yang mengandung antibody penangkap, sehingga antibody penangkap tersebut dapat menempel pada bagian dinding lubang microtiter. Selanjutnya microtiter dibilas untuk membuang antibody penangkap yang tidak menempel pada dinding lubang microtiter. Kemudian larutan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter, sehingga terjadi interaksi antara antibody penangkap dengan antigen yang diinginkan. Selanjutnya, microtiter kembali dibilas untuk membuang antigen yang tidak bereaksi dengan antigen penangkap. Lalu, kedalam lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi antibody detector sehingga pada lubang microtiter tersebut terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody detector. Selanjutnya microtiter dibilas lagi untuk membuang antibody detector yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik. Kemudian pada tahap akhir  ELISA indirect, ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal, lalu enzim yang tertaut pada antibody detector yang telh berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi.
           Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yng mempengaruhi tingkat sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain :
·      Banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada dinding-dinding microtiter.
·      Avinitas dari antibody penangkap dan antibody detector terhadap antigen sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat sensitivitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan dua jenis antibody, yaitu antibody penangkap dan antibody detector. Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibody yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus berbeda).

4. ELISA Biotin Sterptavidin (Jenis ELISA Modern)
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga dikembangkan untuk mendeteksi antibody dengan tingkat sensitivitas relatif lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA penangkap antibody, dimana prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan dalam teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detector (antigen bertaut enzim signal, bersifat opsional apabila antibody yang diinginkan tidak bertaut dengan enzim signal).
Contoh dari aplikasi teknik ini adalah teknik ELISA untuk mendeteksi vitamin biotin yang bertaut dengan suatu antibody avidin dengan mengubah antibody avidin menjadi antibody streptavidin, dimana satu molekul streptavidin dapat mengikat empat molekul biotin (pengembangan dari ELISA indirect), sehingga signal yang teramplifikasi menjadi semakin kuat akibat interaksi antara biotin dengan enzim yang menjadi semakin banyak.
 5. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan teknik ELISA terdahulu.Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menambahkan suatu competitor ke dalam lubang mikrotiter.Teknik ELISA kompetitif ini dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen atau antibody.
Pada pendeteksian antigen, pertama  mikrotiter diisi antibody spesifik yang dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan maupun antigen spesifik bertaut enzim signal, sehingga antibody spesifiktersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubangmikrotiter. Lalu larutan yang mengandung antigen spesifik yang telah ditautkan dengan enzim signal dan larutan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang mikrotiter sehingga terjadi kompetisi antaraantigen spesifik bertaut enzim signal dengan antigen yang diinginkan untuk dapat berinteraksi dengan antibody spesifik yang dilanjutkan dengan membilas mikrotiter untuk membuang antigen spesifik tertaut enzim signal atau antigen yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik. Lalu kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal yang tertaut pada antigen spesifik, sehingga enzim yang tertaut dengan antigen yang telah berinteraksi dengan antibody spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Pada proses pendeteksian ini, pendeteksian positif ditandai oleh tidak adanya signak yang ditimbulkan, yang berarti bahwa antigen yang diinginkan telah menang berkompetisi dengan antigen spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan antibody spesifik.
Sedangkan pada pendeteksian antibody, pertama mikrotiter diisi antigen spesifik yang dapat berinteraksi dengan anti bodi yang diinginkan maupun antibody spesifik tertaut enzim signal, sehingga antigen spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding mikrotiter, kemudian mikrotiter dibilas untuk membuang antigen spesifik yang tidak menempel pada dinding-dinding mikrotiter. Lalu larutan yang mengandung antibody spesifik yang telah ditautkan dengan enzim signal dan larutan sampel yang mengandung antibody yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang mikrotiter, sehingga terjadi kompetisi antara antibody spesifik tertaut enzim signal dengan antibody yang diinginkan untuk dapatberinteraksi dengan antigen spesifik, yang dilanjutkan dengan membilas mikrotiter untuk membuang antibody spesifik tertaut enzim signal atau antibody yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik. Lalu, kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal yang tertaut pada antibody spesifik, sehingga enzim yang tertaut dengan antibody yang telah berinteraksi dengan antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Pada proses pendeteksian ini, pendeteksian positif juga ditandai oleh tidak adanya signal yang ditimbulkan, yang berarti antibody yang diinginkan telah menang berkompetisi dengan antibody spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan antigen spesifik.
Kelebihan dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap larutan sampel yang mengandung antibody atau antigen yang diinginkan, tapi hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat spesitifitas dari antibody dan antigen.
6. ELISA Multiplex
Teknik ELISA merupakan pengembangan teknik ELISA yang ditujukan untuk pengujian secara simultan,sedangkan prinsip dasarnya mirip dengan teknik ELISA terdahulu.

Read more...

Kamis, 06 Desember 2012

Densitometer, Blood Gas Analisa, Autoanalyzer

| | 0 komentar

Densitometer
Densitometer adalah alat yang dipakai untuk mengukur Density suatu benda yang memantulkan cahaya (reflection densitometer) atau yang meneruskan cahaya (transmission densitometer); di dalam industri grafika densitometer digunakan antara lain:
  • Mengukur kepekatan film separasi (standard density: >= D3.7)

  • Mengukur kepekatan tinta cetakan, nilai density ini memiliki korelasi dengan ketebalan tinta tetapi tidak sepenuhnya porposional (Status T, nilai-nilai dibawah ini merupakan contoh anjuran salah satu pabrik tinta):
Bahan Cetakan / Methode Cetak
Cyan
Magenta
Yellow
Black
Kertas Coated /

Offset Lithography Lembaran
1,40
1,50
1,10
1,70
Kertas Coated /

Offset Lithography Gulungan (heatset)
1,30
1,40
1,00
1,55
Kertas Koran /

Offset Lithography Gulungan (non-heatset)
0,90
0,90
0,85
1,05
·        

·         Densitometer tidak dapat dipakai untuk mengukur warna, karena nilai yang dipresentasikan berdasarkan panjang gelombang cahaya tertentu (lihat fungsi diagram kepekatan); Sekarang ini pengukuran kepekatan warna (density) digunakan alat pengukur warna seperti Spectrophotometer yang mengukur data spektral warna, nilai density merupakan hasil perhitungan dari data spektral tersebut.

Status T atau Status E
Dalam praktek sehari-hari status pengukuran di percetakan dikenal 2 macam status pengukuran yaitu Status T dan Status E. Status T banyak dipergunakan di Amerika sedangkan Status E dipergunakan di sebagian besar negara di Eropa.

Blood Gas Analisa
Yaitu alat yang digunakan untuk menentukan konsentrasi gas yang ada di dalam darah seperti CO2 dan O2, mengukur pH dan mengukur elektrolit seperti potasium, natrium, zat kapur serta klorid
Prinsipnya, gelembung udara membawa sampel ke tiap ruangan pemeriksaan dalam mesin untuk kemudian dianalisa. Metode ini bisa ddipercaya untuk memeriksa 90 sampel per jam. Meskipun pada saat melewati batas kuota pemeriksaan per jam dapat meningkatkan cross contamination.
AUTOANALYZER
PENGERTIAN
      Adalah alat yang memiliki presisi tinggi dan mudah digunakan dan digunakan untuk mengotomatisasi pemeriksaan kimia basah tradisional.
Autoanalyzer merupakan salah satu alat laboratorium canggih yang dilengkapi dengan sistem sequensial multIple analysis. Alat ini mempunyai kemampuan pemeriksaan yang lebih banyak
berfungsi untuk analisa kimia secara otomatis. Alat ini mampu menggantikan prosedur-prosedur analisis manual dalam laboratorium, rumah sakit, dan industri. Auto-analyzer dapat digunakan untuk menganalisa kandungan air, gas, mineral, logam, dan material biologis dari suatu larutan.
Read more...

Entri Populer

kebersamaan IPOG :)

kebersamaan IPOG :)
ririn, moemoe, riu, vievie, kaka, bluup, sari, ouce

Playboy Pink

thank you

About Me

Foto Saya
Devi Sintya Pangestika
Jesus † | ♥Sylvester | path : Devi Sintya Pangestika | ig : devibluup
Lihat profil lengkapku
Visitors
Locations of Site Visitors

aku ^devibluup^

aku ^devibluup^

about me n my blog^^

Hey, I'm Devi sintya Pangestika, call me 'bluup', 17 th, Medical Analyst Laboratory

my updates twitter

Powered By Blogger

clock

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

country visitors

free counters

Histats

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

 
 
 
top